Pemahaman yang keliru tentang penggunaan antibiotik masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan. Tidak sedikit masyarakat yang menganggap antibiotik sebagai obat untuk segala jenis penyakit, termasuk flu, batuk, dan demam biasa yang sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus.
Faktanya, antibiotik hanya efektif melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Konsumsi antibiotik yang tidak sesuai indikasi justru berisiko menimbulkan resistensi antimikroba (AMR), yaitu kondisi ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik sehingga pengobatan menjadi tidak lagi efektif.
Resistensi ini berpotensi memperburuk beban penyakit, meningkatkan risiko komplikasi, memperpanjang masa perawatan, dan bahkan menyebabkan kematian. Sayangnya, edukasi tentang hal ini masih sering terabaikan, baik di lingkungan fasilitas kesehatan maupun di tengah masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Lukman, SKM., M.Kes, menegaskan pentingnya peningkatan literasi masyarakat terkait penggunaan antibiotik. “Masyarakat perlu memahami bahwa tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik. Edukasi yang benar harus dimulai sejak di tingkat layanan primer seperti puskesmas, agar pasien tidak meminta antibiotik tanpa indikasi medis yang jelas,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya terus mendorong tenaga kesehatan untuk aktif memberikan pemahaman kepada pasien, sekaligus mengawasi distribusi obat agar tidak disalahgunakan. “Kami mengimbau agar apotek tidak melayani pembelian antibiotik tanpa resep, karena itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Penting untuk dipahami bersama bahwa antibiotik bukanlah obat untuk semua penyakit. Edukasi berkelanjutan dan perubahan perilaku merupakan kunci dalam menjaga efektivitas antibiotik di masa depan serta mencegah ancaman resistensi yang semakin meluas.