Peringati Hari Talasemia Sedunia, YADUA Kampanye Cegah Talasemia, Dorong Wajib Skrining Pranikah di Aceh

(BANDA ACEH) — Sentra Talasemia RSUD dr Zainoel Abidin (RSUZA) bersama Persatuan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Aceh, dan Yayasan Darah Untuk Aceh menyelenggarakan kampanye edukatif dan advokasi publik bertajuk “Cegah Talasemia, Selamatkan Generasi” dengan tujuan mendorong lahirnya kebijakan wajib skrining pranikah di Aceh sebagai langkah pencegahan strategis di Hadrah Wedding Garden sekitaran Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Selasa (13/5/2025).

Kegiatan ini dalam rangka memperingati Hari Talasemia Sedunia yang dihadiri para penyintas dan keluarga, serta pelajar, tokoh agama, relawan, tenaga medis, dan perwakilan instansi pemerintah.

Talasemia merupakan penyakit kelainan darah genetik yang menyebabkan tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin secara normal. Anak-anak dengan penyakit ini membutuhkan transfusi darah seumur hidup dan pengawasan medis ketat untuk mencegah komplikasi berbahaya.

Aceh termasuk daerah dengan prevalensi tertinggi pembawa sifat talasemia di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2007, angka ini mencapai 13,4 persen, sementara data Kementerian Kesehatan RI pada awal 2024 mencatat 676 penyintas talasemia yang terdata secara resmi. Namun, jumlah riil kemungkinan jauh lebih tinggi karena masih banyak penyintas yang belum terdiagnosis atau tidak terakses layanan kesehatan.

Ketua Persatuan Orang Tua Thalassemia Indonesia (POPTI) Aceh, Said Muhammad Iqbal mengharapkan, screening talasemia menyeluruh harus segera dilakukan, mengingat tingginya angka talasemia di Aceh.

“Pemerintah harus memfasilitasi supaya masyarakat tidak mengeluarkan biaya lagi,” katanya.

Selanjutnya dokter yang aktif menangani pasien talasemia di Aceh, dr Heru Noviat Herdata SPA, pencegahan menjadi satu-satunya cara paling efektif menghentikan rantai penyakit ini. Dikatakan, talasemia mayor muncul dari pasangan yang sama-sama pembawa sifat talasemia.

“Karena itu, skrining pranikah sangat penting untuk menghindari pernikahan sesama pembawa sifat dan mencegah kelahiran anak dengan talasemia mayor,” ungkapnya.

Selain transfusi darah, perawatan holistik sangat dibutuhkan oleh penyintas. dr Eka Destianti SpA (K) menekankan pentingnya perhatian pada aspek gizi dan gaya hidup. Pasien talasemia harus menjalani hidup sehat dengan asupan makanan bergizi dan olahraga ringan yang teratur.

“Ini penting untuk menunjang tumbuh kembang mereka dan mencegah komplikasi lebih lanjut,” ucap dr Eka.

Sementara Pendiri Yayasan Darah Untuk Aceh, Nurjannah Husien menyuarakan pentingnya pendekatan berbasis pengetahuan. Dikatakan, talasemia bukan penyakit menular atau kutukan, melainkan penyakit genetik yang bisa dicegah sejak awal melalui skrining.

“Kita harus ubah cara pandang masyarakat agar penyintas bisa hidup bermartabat dan mendapat dukungan penuh dari lingkungannya, kata Nurjannah.

Di sisi lain, dr Fuad SpPD KHOM-FINASIM mengatakan, edukasi tak hanya ditujukan kepada pasangan usia nikah, tetapi juga harus menyasar generasi muda. Penting untuk memasukkan edukasi tentang talasemia ke dalam kurikulum kesehatan di tingkat SMA dan perguruan tinggi, terutama bagi remaja dan mahasiswa pranikah.

“Ini langkah strategis jangka panjang dalam pencegahan,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Munawar Sp OG (K) mengatakan, skrining rutin dan hematologi analizer bagi balita dan remaja, bisa dilakukan di Puskesmas-puskesmas.

“Pemerintah sudah memfasilitasi dalam Program Cek Kesehatan Gratis,” pungkasnya. (*)