Kolaborasi Dinkes Kota Banda Aceh dan Bappeda Pada Pertemuan Studi EHRA: Langkah Strategis untuk Kesehatan Lingkungan

Banda Aceh – Sebagai upaya meningkatkan kesehatan lingkungan, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banda Aceh melakukan kolaborasi strategis dalam sebuah pertemuan yang membahas Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA). Pertemuan ini menjadi sebuah langkah strategis bagi Kota Banda Aceh dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko kesehatan yang terkait dengan lingkungan.

Pertemuan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) ini dihadiri oleh berbagai perwakilan dari instansi terkait, termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Yayasan Aceh Hijau, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh, fasilitator Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK), Dinas Lingkungan Hidup Kota Banda Aceh, Bappeda, dan Tim Pokja PKP, serta pihak-pihak terkait lainnya yang berlangsung di ruang Aula Bappeda pada hari Jumat, tanggal 7 Maret 2024.

Fadhil S.Sos, MM selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Banda Aceh, dalam sambutannya menjelaskan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membahas penentuan strata gampong dalam rangka penyusunan EHRA untuk pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) tahun 2025-2029. Penetapan strata ini didasarkan pada empat kriteria utama yang telah ditetapkan oleh Program Penyehatan Perkotaan dan Sanitasi Perkotaan (PPSP) yang wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Studi EHRA.

Keempat kriteria utama tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kepadatan penduduk, yang mencakup jumlah penduduk per luas wilayah tertentu dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per hektar.
  2. Angka kemiskinan, dengan indikator yang mudah diperoleh namun cukup representatif untuk menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap Desa/Kelurahan.
  3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/saluran drainase/saluran irigasi yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat.
  4. Daerah terkena banjir yang dinilai mengganggu ketentraman masyarakat, dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut yang dapat ditentukan oleh Pokja atau mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pekerjaan Umum, dengan ketinggian genangan lebih dari 30 cm dan lamanya genangan lebih dari 2 jam.

Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan yang kuat dalam menetapkan strata gampong, sehingga dapat memberikan dasar yang kokoh dalam mengatasi risiko kesehatan lingkungan di Kota Banda Aceh.”tutup Fadhil”.